Thursday, January 15, 2009

Tentang Sisminbakum

Rekan,
bagaimana kita mau bicara tentang gugatan terhadap SRD, sejak kasus
ini muncul dalam milis ini, saya usul mohon INI berbicara, sd kasus
ini berakhir dengan tidak enak, tidak ada suara apapun dari pengurus.
Kemana mereka?
salam,
Ini adalah pertanyaan saya yang saya tujukan kepada pengurus Ikatan Notaris Indonesia, karena saya sebagai anggota nya dan katanya IN adalah organisasi yang sah dan diakui oleh UU , maka sebagai anggota saya mempertanyakan apa yang sudah dilakukan mereka. Persoalan sisminbakum adalah persoalan internal masalah keuangan negara. Bagaimana sebuah institusi seperti Dephukham, melalui PT SRD memungut akses fee kepada Notaris. Dan hal ini sudah berlangsung bertahun tahun sejak tahun 2001. Masalahnya klasik, Indonesia saat itu di kecam mungkin sampai saat ini sebagai negara yang tidak memiliki kepastian hukum. Khusus nya bagi investor yang akan menanamkan modalnya. Persoalan yang menghadapi mereka adalah masalah pendirian badan hukum dan perijinan. Jalan keluar mengatasi percaloan dan korupsi adalah sistem online .Saya pikir jalan ini bagus, persoalan keuangan negara adalah persoalan internal antara dephukham dan dep keuangan. Masyarakat, notaris ,apalagi dengan investor tidak boleh dirugikan dengan kondisi yang terjadi.Kita mendukung sepenuhnya gerakan anti korupsi di Indonesia, dan menjadikan Notaris sebagai jabatan yang berwibawa dan dipercaya.

Monday, April 28, 2008

SIFAT DAN SIKAP SEORANG NOTARIS

Seorang notaris harus menjaga kepentingan para pelanggan dan mencari jalan yang paling mudah dan murah, tetapi janganlah hal ini dipakai sebagai alasan untuk menyelundupkan ketentuan undang-undang. Sebab seorang notaris tidak hanya mengabdi kepada masyarakat, tetapi juga kepada pemerintah yang menaruh kepercayaan penuh kepadanya. Notaris harus jujur dan setia kepada setiap pihak dan dengan bekerja demikian barulah ia dapat mengharapkan suatu penghargaan. Jika notaris melakukan suatu penyelewengan, betapapun kecilnya, sekali waktu pasti akan menjadi bumerang pada dirinya sendiri. W.Voors itu mengatakan bahwa sikap seorang notaris terhadap masyarakat penting sekali, khususnya dalam mengambil suatu keputusan. Jangan tergoyah karena kata-kata seorang pembual, bahkan apabila seseorang mengancam kepada notaris lain. “Kehormatan dan martabat (eer en waardigheid) harus dijunjung tinggi”. Tan Thing Kie dalam bukunya Studi Notariat : Serba-serbi Notariat edisi tahun 1994 mengutip tulisan tahun 1686 yang dibuat oleh Ulrik Huber tentang sifat-sifat yang seharusnya dimiliki oleh seorang notaries: “een eerlijk man, tot het instellen van allerhande schriftuir bequamen ende bij publijke authoriteit daartoe verordineert (artinya: seorang yang jujur, yang pandai membuat segala tulisan dan ditunjuk oleh seorang pejabat publik untuk itu.) dan ordonansi saat intu menunjukan bahwa tiada orang yang diijinkan memegang jabatan notaris melainkan orang-orang yang terkenal sopan dan pandai serta berpengalaman. Mr. A.G. Lubbers menulis dan dikutip oleh Tan Thong Kie bahwa di bidang notariat terutama diperlukan suatu ketelitian yang lebih dari biasa, tanpa itu seorang dalam bidang notariat tidaklah pada tempatnya. Apabila seorang notaris tidak teliti baik secara material maupun formal tentu kebodohannya itu mempertebal dompet para pengacara, demikian dikatakan H.W. Roeby. Nyatanya saat ini pengangkatan notaris tidaklah menjadi gerbang keluarnya notaris-notaris berkualitas seperti tersebut di atas, sehingga banyak notaris yang tidak mempunyai kualifikasi yang cukup baik dan memadai bisa berpraktek dan membuat masyarakat bingung akan hukum yang sebenarnya harus ditaati.A. W. Voors selanjutnya berkata bahwa sifat-sifat ini memang tidak dimiliki setiap orang tapi dapat dipelajari, ditumbuhkan atau ditanam, dan dipelihara. inilah yang paling penting sebab kode etik hanyalah alat Bantu; ceramah, preadvis hanyalah pembuka mata anggota korps notaris. Dia juga mengemukakan:”sudah barang tentu seorang notaris menguji setiap akta mengenai kepastiannya dalam hukum dan menjaga hak-hak semua pihak dan jelas dalam setiap kontrak. Inilah yang mengakibatkan bahwa seorang notaris bukanlah seorang pemberani dalam bidang hukum; ia mengikuti jalan yang pasti dan dalam hal yang meragukan ia lebih baik tidak bertindak daripada menempuh jalan licin dengan ketidakpastian hukum.” Dan dikatakan pula oleh Mr. A.J.B. Rijke dalam WPNR no 1438: Allen de notaris van studie zal zich zijne roeping getrouw kunnen toonen: hanya notaris yang tetap belajar akan memperlihatkan kesetiaan pada panggilannya (untuk menjadi notaris).

Tuesday, April 22, 2008

ADOPSI (Pengangkatan Anak)

Bagi pasangan suami isteri yang sudah lama membina rumah tangga tapi belum dikaruniai seorang anak, mungkin akan terasa sepi sekali. Ada banyak cara untuk mengusir rasa sepi diantaranya dengan mengangkat seorang anak (adopsi). Sekarang adopsi juga ditetapkan melalui Pengadilan Agama, jadi bagi pasangan yang beragama Islam yang semula ada keraguan untuk mengangkat anak kini tidak perlu ragu-ragu lagi.
Tata cara pengangkatan anak melalui Pengadilan Agama tidak berbeda dengan Pengadilan Negeri. Baik melalui PA maupun PN kedua penetapan berbunyi tidak memutuskan hubungan nasab dengan orang tua kandung si anak tersebut.
Untuk menyalurkan kasih sayang kita kepada anak yang diasuh tidak harus memutuskan hubungan nasab anak tersebut dengan orang tua kandungnya bukan ? Mengasuh anak orang lain dengan niat memberi pertolongan agar anak tersebut mendapatkan pendidikan yang layak karena orang tua kandungnya tidak mampu, akan mempunyai nilai ibadah yang amat mulia dihadapan Allah .
Apabila kita sudah siap lahir batin untuk mengadopsi seorang anak maka langkah selanjutnya siapkan kelengkapan surat-surat seperti : KTP, Kartu Keluarga, Akta Kelahiran sianak atau bila belum ada dapat menggunakan surat kelahiran yang dikeluarkan oleh RS atau bidan tempat si anak dilahirkan, yang penting juga disertakan adalah surat dari Dep.Sosial. Kalau surat-surat sudah lengkap dapat diajukan bersama dengan Surat Permohonan Pengangkatan Anak yang ditujukan kepada Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri untuk kemudian mendapatkan Penetapan dari PA atau PN setempat. Bila Penetapan sudah selesai, maka langkah selanjutnya membawa penetapan tersebut bersama Akta Kelahiran yang sudah ada ke Kantor Catatan Sipil untuk dibubuhi Keterangan bahwa anak yang tercantum dalam akta kelahiran tersebut telah diangkat oleh pasangan suami isteri si “anu” berdasarkan Penetapan PA/PN dengan nomor sekian.
Tidak rumit bukan ? semoga niat baik untuk mengangkat anak menjadikan hidup ini terasa penuh arti.

Wednesday, April 9, 2008

BPHTB

. Pengertian1.Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak;2.Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan: adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan;3.Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, berserta bangunan di tasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.
II. Objek PajakYang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan meliputi:a. Pemindahan hak karena1. jual beli;2. tukar-menukar;3. hibah;4. hibah wasiat;5. waris;6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;8. penunjukan pembeli dalam lelang;9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;10.penggabungan usaha;11.peleburan usaha;12.pemekaran usaha;13.hadiah.b. Pemberian hak baru karena: 1. kelanjutan pelepasan hak;2. di luar pelepasan hak.
Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan.
III. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh:a.Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;b.Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;c.Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;d.Orang pribadi atau badan atau karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;e.Orang pribadi atau badan karena wakaf;f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
IV. Subjek PajakYang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek Pajak sebagaimana tersebut diatas yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
V. Tarif PajakTarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen).
VI. Dasar Pengenaan BPHTBDasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam hal;a.Jual beli adalah harga transaksi;b.Tukar-menukar adalah nilai pasar;c.Hibah adalah nilai pasar;d.Hibah wasiat adalah nilai pasar;e.Waris adalah nilai pasar;f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;g.Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;h.Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar;i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar;j. Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;k.Penggabungan usaha adalah nilai pasar;l. Peleburan usaha adalah nilai pasar;m.Pemekaran usaha adalah nilai pasarn. Hadiah adalah nilai pasar;o. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang;Apabila NPOP dalam hal a s/d n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP PBB yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan , dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP PBB.
VII. Pengenaan BPHTBa.pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah Wasiat BPHTB yang terutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang.b.pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan. Besarnya BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan adalah sebagai berikut:-0% (nol persen) dan BPHTB yang seharusnya terutang terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/kota, Lembaga Pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas);-50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan selain dimaksud diatas.
VIII. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan secara regional paling banyak;a.Rp.60.000.000 (enam puluh juta rupiah);b.Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah termasuk istri/suami.
IX. Saat, Tempat, dan Cara Pembayaran Pajak Terutang.Saat terutang Pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk:a.jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;b.tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;c.hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;d.waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;e.pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;g.lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang;h.putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;k.pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak; l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;m.peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;n. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;o. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
Tempat Pajak Terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan bangunan.Cara Pembayaran Pajak adalah wajib pajak membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. Pajak terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos/Bank BUMN/BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri dengan Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB).
I. Cara Penghitungan BPHTBBesarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikalikan tarif 5 % (lima persen). Secara matematis adalah;
BPHTB = 5 % X (NPOP – NPOPTKP)Contoh;1. Pada tanggal 6 Januari 2006, Tuan “S” membeli tanah yang terletak di Kabupaten “XX” dengan harga Rp.50.000.000,00. NJOP PBB tahun 2006 Rp. 40.000.000,00. Mengingat NJOP lebih kecil dari harga transaksi, maka NPOP-nya sebesar Rp. 50.000.000,- Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten “XX” ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,00. Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.BPHTB = 5 % x (Rp. 50 juta – Rp. 60 juta)= 5 % x (0)= Rp. 0 (nihil).
2. Pada tanggal 7 Januari 2006, Nyonya “D” membeli tanah dan bangunan yang terletak di Kabupaten “XX” dengan harga Rp. 90.000.000,- NJOP PBB tahun 2006 adalah Rp. 100.000.000,00. Sehingga besarnya NPOP adalah Rp. 100.000.000.-. NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten “XX” ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,00. Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah Rp. 100.000.000,00 dikurangi Rp. 60.000.000,00 sama dengan Rp. 40.000.000,00, maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.BPHTB = 5 % x (Rp. 100 – Rp. 60) juta= 5 % x ( Rp. 40) juta= Rp. 2 juta .
3. Pada tanggal 28 Juli 2006, Tuan“S” mendaftarkan warisan berupa tanah dan bangunan yang terletak di Kota “BB” dengan NJOP PBB Rp. 400.000.000,00. NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris untuk Kota “BB” ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,00. Besarnya NPOPKP adalah Rp. 400.000.000,00 dikurangi Rp. 300.000.000,00 sama dengan Rp. 100.000.000,00, maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.BPHTB = 50% x 5 % x (Rp. 400 – Rp. 300) juta= 50% x 5 % x ( Rp. 100) juta= Rp. 2,5 juta.
4. Pada tanggal 7 November 2006, Wajib Pajak orang pribadi “K” mendaftarkan hibah wasiat dari orang tua kandung, sebidang tanah yang terletak di Kota “BB” dengan NJOP PBB Rp. 250.000.000,00. NPOPTKP untuk perolehan hak karena hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kota “BB” ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,00. Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan BangunanBPHTB = 50% x 5 % x (Rp. 250 – Rp. 300) juta= 50% x 5 % x (0)= Rp. 0 (nihil).
II. Pembayaran BPHTBSistem pemungutan BPHTB pada prinsipnya menganut sistem “self assessment”. Artinya Wajib Pajak Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak.Pajak yang terutang dibayarkan ke kas Negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Bea (SSB).
III. Penetapan1. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBPHTBKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang dibayar. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKB ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKBKB.
2. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkannya SKBKB. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKBT ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
IV. PenagihanDirektur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan apabila :1.pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;2.dari hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;3.wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak. Dan jika tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.
I. Keberatan(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar;b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan;c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar;d. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil.(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas.(3)Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.(4)Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka (2) dan angka (3) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.(5)Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak.(6) Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak.(7) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.(8) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.(9) Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.(10) Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang.(11) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka (8) telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
II. Banding(1)Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai kebertannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.(2)Permohonan sebagaimana dimaksud pada angka (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut.(3)Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.(4)Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
III. PenguranganAtas permohonan Wajib Pajak, pengurangan pajak yang terutang dapat diberikan oleh Menteri karena:1. kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak, contoh;a. Wajib Pajak tidak mampu secara ekonomis yang memperoleh hak baru melalui program pemerintah di bidang pertanahan; b. Wajib Pajak pribadi menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah.
2. kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu, contoh;a. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah Nilai Jual Objek Pajak;b. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;c. Wajib Pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga Wajib Pajak harus melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah.
3.tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan, contohnya; Tanah dan atau bangunan yang digunakan, antara lain, untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, pesantren, sekolah yang tidak ditujukan mencari keuntungan, rumah sakit swasta Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat.
IV. Pengembalian Kelebihan Pembayaran BPHTBWajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak kepada Direktur Jenderal Pajak, c.q. Kantor Pelayanan Pratama atau Kantor Pelayanan PBB setempat.
Ketentuan Bagi Pejabat1.Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;2.Pejabat Lelang Negara hanya dapat menandatangani Risalah Lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.3. Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan menerbitkan surat keputusan dimaksud pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.4.Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/ Kota pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.”5. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara melaporkan pembuatan akta atau Risalah Lelang perolehan hak atas tanah kepada Direktorat Jenderal Pajak selambatlambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
Sanksi Bagi Pejabata.Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Pejabat Lelang Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dan angka 2 dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp. 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.b.Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 5, dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp. 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.c.Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 ,dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.d.Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 4, dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.e.Kepala Kantor Lelang Negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 5, dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pensertfikatan tanah girik

Sebelum kita membahas mengenai tata cara pensertifikatan tanah girik, saya merasa perlu untuk menjelaskan, apa itu tanah girik. Tanah girik adalah istilah populer dari tanah adat atau tanah-tanah lain yang belum di konversi menjadi salah satu tanah hak tertentu (Hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, hak guna usaha) dan belum didaftarkan atau di sertifikat kan pada Kantor Pertanahan setempat. Sebutannya bisa bermacam2, antara lain: girik, petok D, rincik, ketitir, dll
Peralihan hak atas tanah girik tersebut biasanya dilakukan dari tangan ke tangan, dimana semula bisa berbentuk tanah yang sangat luas, dan kemudian di bagi2 atau dipecah2 menjadi beberapa bidang tanah yang lebih kecil. Peralihan hak atas tanah girik tersebut biasanya dilakukan di hadapan Lurah atau kepala desa. Namun demikian, banyak juga yang hanya dilakukan berdasarkan kepercayaan dari para pihak saja, sehingga tidak ada surat-surat apapun yang dapat digunakan untuk menelusui kepemilikannya.
Pensertifikatan tanah girik tersebut dalam istilah Hukum tanah disebut sebagai Pendaftaran Tanah Pertama kali . Pendaftaran tanah untuk pertama kalinya untuk TANAH GARAPAN, dalam prakteknya prosesnya dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Mendapatkan surat rekomendasi dari lurah/camat perihal tanah yang bersangkutan2. Pembuatan surat tidak sengketa dari RT/RW/LURAH3. Dilakukan tinjau lokasi dan pengukuran tanah oleh kantor pertanahan4. Penerbitan Gambar Situasi baru5. Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas tanah dan bangunan sesuai dengan luas yang tercantum dalam Gambar Situasi6. Proses pertimbangan pada panitia A7. Penerbitan SK Pemilikan tanah (SKPT)8. Pembayaran Uang pemasukan ke negara (SPS)9. Penerbitan Sertifikat tanah.

untuk proses pensertifikatan tanah tersebut hanya dapat dilakukan jika pada waktu
pengecekan di kantor kelurahan setempat dan kantor pertanahan terbukti bahwa tanah tersebut memang belum pernah disertifikatkan dan selama proses tersebut tidak ada pihak-pihak yang mengajukan keberatan (perihal pemilikan tanah tersebut). Apabila syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka proses pensertifikatan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 6 bulan sampai dengan 1 tahun.

Wednesday, April 2, 2008

MERAIH DAMAI SEJAHTERA

MERAIH DAMAI SEJAHTERA
1 Petrus 5:7
“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu”.
Mungkin banyak orang yang mampu mentaati berbagai perintah Tuhan, seperti jangan mencuri, berzinah, menyembah berhala, dan sebagainya. Tetapi satu hal yang kerap menyelimuti hati orang-orang percaya yakni, tentang kekuatiran atau ketakutan akan sesuatu. Kekuatiran dan ketakuatan merupakan benih yang kecil yang mampu menjungkirbalikan iman seseorang.
Benih yang kecil tersebut jika tidak buang, akan bertumbuh dan berkembang sehingga dapat merampas sukacita dan damai sejahtera kita. Sebab, kekuatiran dan damai sejahtera tidaklah dapat berjalan bersama-sama. Karena kedua hal tersebut sangat bertolak belakang. Kita tidak akan mendapat damai sejahtera jikalau kita kuatir. Kapan kita dapat membuang kekuatiran tersebut sehingga damai sejahtera itu dapat kita miliki :
1.
Waktu kekuatiran itu kita serahkan kepada Tuhan (1 Petrus 5:7). Allah adalah Allah yang bertanggung jawab. Dalam kekuatiran yang kita hadapi, Allah akan memelihara kita, dan memberikan jalan keluar.
2.
Waktu kita menyadari, bahwa Allah selalu memelihara semua ciptaanNya (Matius 6:25-34). Kalau saja burung di udara, bunga bakung di padang Allah memeliharanya, apalagi kita sebagai manusia yang diciptakan serupa dan segambar denganNya.
3.
Waktu kita dapat bertindak dan berserah kepadaNya (Filipi 4:6-7). Dengan meyakini untuk menerima apa saja pemberian yang dari Tuhan dalam pemahaman yang benar, bahwa segala sesuatu yang datang dari Allah, pastilah yang terbaik bagi kita.
Hari ini kita diingatkan untuk tidak perlu takut dan kuatir. Namun, sebagai manusia itu merupakan perasaan yang manusiawi. Artinya, perasaan kuatir atau takut itu bukan merupakan dosa. Hanya saja kita jangan mau dikuasai oleh ketakuatan tersebut. Sebab, ketakutan seringkali dipakai iblis untuk menjerumuskan kita dalam perbuatan dosa yang dalam. Kita harus menggunakan hikmat Tuhan, dan memohon kekuatan dari Roh Kudus. Dengan demikian, damai sejahtera kita tak terampas oleh iblis.

Monday, March 31, 2008

Manfaat Perjanjian Pranikah

Walaupun bagi sebagian orang perjanjian pranikah merupakan topik yang tabu
dibicarakan dan banyak menuai pro kontra dari berbagai pihak, namun harus diakui bahwa ada banyak sisi positif yang
bisa dipetik dari adanya perjanjian ini.Beragam masalah yang timbul pada pernikahan yang akhirnya sering kali berujung
pada perceraian membuat sebagian kalangan merasa perlu membuat perjanjian pranikah.Prenuptial agreement atau
lebih dikenal dengan sebutan perjanjian pranikah adalah perjanjian yang dibuat sebelum pernikahan dilangsungkan dan
mengikat kedua belah pihak calon mempelai yang akan menikah. Perjanjian ini berlaku sejak pernikahan dilangsungkan
dan isinya mengatur bagaimana harta kekayaan Anda berdua akan dibagi jika terjadi perceraian atau kematian dari
salah satu pasangan. Awalnya perjanjian pranikah banyak dipilih oleh kalangan atas yang memiliki warisan besar serta
bagi duda atau janda yang hendak menikah lagi tapi ingin memberkan kekayaan pada anak dari hasil pernikahan
sebelumnya. Keinginan orang untuk membuat perjanjian pranikah kian berkembang sejalan dengan makin banyaknya
orang menyadari bahwa pernikahan merupakan sebuah komitmen.Nikmati ManfaatnyaDengan banyaknya kasus
perceraian yang berujung masalah, tak ada salahnya jika kita mulai berpikiran terbuka terhadap fenomena perjanjian
pranikah dan melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Adanya perjanjian pranikah justru diharapkan dapat
memberikan batasan yang jelas mengenai apa yang harus dan tidak boleh dilakukan pasangan, sehingga kelangsungan
pernikahan akan tercapai.Lepas dari masalah pro dan kontra, sebenarnya cukup banyak manfaat positif yang didapat
dari adanya perjanjian pranikah, antara lain bagi perempuan Indonesia yang menikah dengan lelaki WNA, dimana
sebaiknya mereka memiliki perjanjian pranikah karena kalau tidak ia tidak akan bisa membeli tanah dan rumah atas
namanya sendiri.Akhir-akhir ini malah banyak pasangan yang lebih menitikberatkan hal lain diluar masalah finansial
(pemisahan harta dan utang serta masalah pembiayaan anak-anak yang lahir dari hasil pernikahan tersebut) sebagai
perjanjian pranikah, seperti kebebasan bekerja dan berkreasi termasuk disini menekuni olah raga, hobi, atau mengoleksi
barang langka yang tergolong mahal yang dianggap mengganggu keuangan keluarga. Bahkan ada pula pasangan yang
memasukkan soal kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebagai bagian dari perjanjian pranikah.Dengan berbagai
pertimbangan, Anda dan pasangan tentu dapat menentukan sendiri perlu tidaknya perjanjian pranikah dibuat. Yang
jelas, pastikan bahwa hal ini memberikan manfaat positif bagi Anda berdua dan tentunya dilegalisasi oleh
hukum.Sumber: Harian Kompas tanggal 9 Januari 2007.*****